St. Maximus Si Pembakar Gubuk |
Maximus Kavsokalyvites
Pelaku
“Kebodohan untuk Kristus” Si Pembakar Gubuk
Janasuci
Maximus Kavsokalyvites hidup di abad ke-14. Pada usia 17 tahun beliau menjadi
Biarawan dalam gereja Theotokos Mahakudus di Lampsakos, di daerah Selat
Dardanella, di bawah bimbingan seorang Penatua yang bernama Mark yang menjadi
Bapak Rohaninya. Beliau adalah seorang yang sangat disiplin dengan kehidupan
asketisnya semenjak usia mudanya. Beliau juga pernah menjalani kehidupan
asketis yang sangat ekstrim saat di Konstantinopel sehingga lebih mirip seperti
orang gila kelihatannya, inilah yang biasa disebut "Folly for Christ"
atau kebodohan untuk Kristus dalam Gereja Orthodox. Ketika Penatua Mark
meninggal dunia, beliau mengembara menuju konstantinopel dan sampai ke gunung
Athos dengan menjalani kehidupan asketisnya yang ekstrim. Sampai pada akhirnya
beliau diajak untuk tinggal di dalam Lavra (Biara) St. Athanasius di gunung
Athos, disinilah beliau hidup sebagai Rahib serta menjadi Bapak Rohani bagi
banyak orang dan menetap sampai akhir hayat beliau.
Janasuci
Maximus Kavsokalyvites adalah seorang yang sangat mengasihi Bunda Maria
sehingga selalu membawa Ikonnya kemana-mana, termasuk ketika dalam
pengembaraan. Beliau pernah bercerita bahwa suatu saat beliau berdoa di hadapan
Ikon Bunda Maria yang selalu beliau bawa sambil mengulang-ulang doa Yesus, tiba-tiba
api muncul dari Ikon tersebut dan menghujam masuk kedalam hatinya, namun api
tersebut tidak membakar ataupun menyiksa, akan tetapi memberi kehangatan dan
kasih. Suatu ketika pula saat beliau di puncak gunung Athos karena sebelumnya
beliau mendapat penglihatan untuk naik ke puncak gunung Athos dan berdoa selama
tiga hari tiga malam, beliau mendapat peglihatan didatangi Bunda Maria yang
sedang menggendong bayi Yesus dan dikelilingi para Malaikat, Bunda berkata
"Terimalah Karunia melawan setan.. dan tinggallah di kaki gunung Athos,
karena itu adalah kehendak Anakku". Dan karena beliau belum makan selama
berhari-hari maka turunlah sebuah roti dari Sorga untuk dimakan beliau,
seketika itu juga saat roti tersebut menyentuh bibir beliau, cahaya sorgawi meliputi
seluruh tubuhnya. Lalu sang Theotokos naik ke Sorga.
Sejak
penglihatan di gunung Athos Janasuci Maximus mendapatkan Karunia Ilahi yang
mana beliau bisa menyembuhkan orang sakit, mengusir setan dan menyembuhkan
orang kerasukan, serta bisa mengetahui apa yang terjadi di masa mendatang.
Banyak orang mulai mendatangi tempat pertapaan beliau untuk meminta
pertolongan, baik meminta kesembuhan, maupun meminta petunjuk-petunjuk hikmat.
Namun lama kelamaan makin bertambah banyak orang yang mendatangi beliau sehingga
beliau merasa kehidupan asketisnya malah terganggu. Untuk menghindari hal
tersebut maka beliau menjalani kehidupan asketisnya lebih ekstrim yaitu seperti
orang yang gila, dan selalu berpindah-pindah tempat. Saat beliau memutuskan
untuk berpindah tempat, maka gubuk tempat beliau bertapa dibakarnya, dan
kebiasaan ini selalu dilakukan untuk menghindari banyaknya orang-orang yang
datang kepada beliau. Oleh karena kebiasaan inilah beliau dijuluki
"Kavsokalyvites" yang artinya pembakar gubuk.
Suatu
ketika beliau bertemu dengan seorang Janasuci (Santo) Gregorius dari Sinai dan
diajaklah beliau berbicara mengenai kehidupan asketis dan
penglihatan-penglihatan yang beliau alami. Janasuci Gregorius dari Sinai juga
berusaha membujuk Janasuci Maximus untuk menyudahi kehidupan asketisnya yang
ekstrim seperti orang gila, dan tinggal di Lavra (Biara) tempatnya, supaya beliau menjadi orang yang lebih
berguna bagi Tuhan. Maka tinggallah Janasuci Maximus Kavsokalyvites di Lavra
(Biara) St. Athanasius, disinilah sang Janasuci menghabiskan sisa hidupnya.
Selama di Biara tersebut banyak orang yang telah beliau tolong, banyak orang
yang meminta petunjuk hikmat maupun nasehat, demikian juga termasuk Kaisar
Byzantium John V Palaiologos (1332-1391), dan juga orang kepercayaannya John VI
Kantakouzenos (1292-1383). Para orang sakit, orang-orang lumpuh beliau
sembuhkan, dan yang kerasukan setan ataupun roh jahat beliau usir dan pulihkan
keaadaan orang tersebut. Bahkan Janasuci Theophanes seorang Igumen dari Biara
Vatopedi yang kelak menjadi Uskup Metropolitan di Peritheorion (Xanthi) menulis
dalam catatan pribadinya bahwa beliau melihat Janasuci Maximus berjalan di
udara dari satu Biara menuju Biara yang lain di gunung Athos tersebut. Dalam
catatan tersebut juga terekam ketika sekelompok Biarawan bersama seorang yang
bukan Biarawan mendatangi Janasuci Maximus, dari kejauhan beliau sudah
mengusirnya, dan mengutuknya dan mengata-ngatai orang yang dibawa para Biarawan
tersebut adalah bidat dan antikristus dan orang tersebut akan diasingkan dan
dikutuk, padahal beliau belum pernah bertemu dengannya sekalipun kecuali pada
saat itu. Orang yang dibawa para rahib tersebut adalah Gregorius Akindynos,
oleh karena kejadian itu maka seluruh Biara di gunung Athos menolak Gregorius
Akindynos karena mereka sangat menghormati Janasuci Maximus sebagai orang yang
mendapat Karunia Ilahi. Gregorius Akindynos adalah kelak orang yang di exkomuni
oleh Gereja dalam Konsili Konstantinopel tahun 1347, dan meninggal dalam
pengasingan setahun kemudian. Demikianlah kehidupan Janasuci Maximus
Kavsokalyvites yang luar biasa terutama dalam melayani sesama yang membutuhkan
bantuan beliau, pada tahun 1354 (ada versi yang mengatakan 1365 dan 1380)
beliau berpulang ke Hadirat Bapa, dengan usia 95 tahun.
Diperingati
setiap tanggal 13 Januari