Adalah
suatu pemahaman yang menolak doktrin Tritunggal Kudus. Paham ini menyangkal
Keilahian Yesus sebagai Firman Allah. Yesus dikatakan adalah Ciptaan yang
pertama yang menemani dan membantu Allah Bapa dalam proses penciptaan alam
semesta. Jadi menurut paham ini Kristus bukanlah Firman Allah yang menjadi
manusia, melainkan hanyalah Putra Allah, Ciptaan yang pertama dan yang utama dibanding
semua ciptaan. Jadi Allah Bapa adalah Allah yang lebih besar & berkuasa
daripada Yesus, dan merupakan asal dari segala sesuatu, termasuk Yesus yang diperanakkan daripadaNYA. Paham ini dimunculkan oleh seorang Presbyter Dari Alexandria
yang bernama Arius yang hidup sekitar tahun 256 – 336.
Sejarah
Pada
tahun 249 Kaisar Deicius (Caesar Gaius Messius Quintus Traianus Decius
Augustus, memerintah tahun 249-251) bertahta setelah sukses membunuh Kaisar
sebelumnya dalam sebuah kudeta yang dilakukannya Yaitu Kaisar Philip (Marcus
Iulius Philippus Augustus, memerintah tahun 244–249). Kaisar Deicius adalah
penganut agama pagan Romawi Kuno yang ingin menjadikannya agama yang dianut
secara resmi oleh Kekaisaran Roma dan wajib dianut oleh seluruh penduduk yang
dibawah pemerintahannya. Hal ini tentu saja ditolak oleh orang-orang Kristen
dan mereka tetap mempertahankan Iman mereka sebagai pengikut Kristus. Maka pada
tahun 250 Kaisar Deicius mengeluarkan perintah yang mewajibkan seluruh penduduk
di bawah pemerintahannya untuk mempersembahkan kurban persembahan bagi Kaisar
dan para dewa, sebagai bukti mereka loyal kepada sang Kaisar. Hal ini tentu
saja ditolak oleh orang-orang Kristen, maka kesempatan ini digunakan oleh para
penganut pagan untuk menjebloskan orang-orang Kristen ke dalam penganiayaan dan
pembantaian.
Dalam
masa pemerintahan Kaisar Deicius tercatat beberapa Imam menjadi martir antara
lain : Fabianus Uskup Roma, Babylas
Patriark Antiokia, Alexander Uskup Yerusalem, dan lain-lain. Setelah para Imam
ditangkap dan dieksekusi beserta para jemaat yang ikut ditangkap, harta Gereja
pun disita. Banyaknya para Imam yang
meregang nyawa dan menjadi martir berikut juga para jemaat, serta penyitaan
aset-aset Gereja, hal ini menimbulkan krisis dalam Gereja. Dalam situasi ini
banyak Imam yang akhirnya terpaksa menuruti perintah Kaisar untuk ikut serta
dalam upacara persembahan kurban bagi Kaisar dan para dewa pagan, hal ini
karena mereka takut dibunuh serta demi melindungi aset Gereja dan juga kelangsungan
hidup para jemaatnya. Golongan inilah yang disebut para lapsi.
Pada
tahun 251 Kaisar Deicius beserta anaknya Herennius Etruscus tewas dalam perang
Abritus saat melawan bangsa Gothik. Trebonianus Gallus (Gaius Vibius Afinius
Trebonianus Gallus Augustus, memerintah tahun 251-253) bertahta
menggantikannya. Namun dua tahun berikutnya Kaisar Gallus tewas di tangan
pasukannya sendiri dan pemerintahan pun jatuh ke tangan Aemilianus (Marcus
Aemilius Aemilianus Augustus, yang memerintah hanya 3 bulan saja) yang telah
berjasa mengalahkan bangsa Gothik. Tiga bulan setelah itu Kaisar Aemilianus pun
tewas di tangan jenderalnya sendiri yang akhirnya menjadi Kaisar yaitu
Valerianus (Publius Licinius Valerianus Augustus, memerintah tahun 253-260).
Pada masa pemerintahan Valerianus, penganiayaan terhadap orang-orang Kristen
dilanjutkan. Sang Kaisar secara langsung memerintahkan pembersihan orang-orang
Kristen dengan cara dieksekusi dimulai dari para Imam-imamnya. Tercatat salah
satu martir adalah Kiprianus (Thascius Caecilius Cyprianus) Uskup Kartage
(sekarang Tunisia) yang harus meregang nyawa di bawah pemerintahan Kaisar
Valerianus.
Pada
tahun 260 terjadilah perang Edessa antara Kerajaan Romawi di bawah pimpinan
Kaisar Valerianus melawan Kerajaan Sassanid Persia di bawah pimpinan Raja
Shapur. Dalam pertempuran ini sekitar 70
ribu pasukan Kaisar Valerianus berhasil dikalahkan dan sebagian yang masih
hidup berhasil ditawan bersama sang Kaisar. Tidak lama Kaisar Valerianus pun
meninggal dalam tawanan. Maka Kekaisaran diambil alih anak kandung Valerianus
yaitu Galienus (Publius Licinius Egnatius Gallienus Augustus, memerintah tahun
260-268). Pada masa pemerintahan Kaisar Galienus inilah masa penganiayaan
terhadap orang-orang Kristen baru dihentikan melalui sebuah dekrit tentang
toleransi.
Pada
Masa pemerintahan Valerianus Gereja sedang menghadapi krisis oleh karena para
lapsi. Terjadi skisma (perpecahan) dimana kaum lapsi memisahkan dirinya dan
membentuk aliran gerejanya sendiri yang sering disebut aliran Novatianisme. Hal
ini dipicu tidak puasnya mereka karena tidak terpilihnya kaum lapsi menjadi
Uskup, mereka merasa disingkirkan. Sedangkan di sisi lain banyak pihak juga
memang beranggapan para lapsi tidak berhak memegang jabatan Imam karena mereka
telah mengkhianati saudaranya serta Imannya dan Tuhan. Maka saat itu Patriark
dari Alexandria yakni Baba Petrus I (Pope Peter I) mengajak Gereja untuk
memaafkan kaum lapsi dan menerima mereka kembali dalam komuni. Namun seorang
Uskup dari Alexandria juga menentang keras hal tersebut. Uskup tersebut bernama
Meletius dari Lycopolis (sekarang adalah kota Asyut di Mesir), yang menolak
untuk menerima kaum lapsi kembali dalam komuni, hal itu mengingat orang-orang
yang telah disiksa dan mati dalam penganiayaan demi mempertahankan Imannya, dan
menganggap kaum lapsi adalah para pengkhianat saudaranya maupun Imannya. Hal
ini menjadi masalah yang serius bukan hanya bagi kedua kubu tapi juga bagi
Jemaat karena menjadi terkotak-kotak juga. Sang Patriark akhirnya membatasi
otoritas Meletius sebagai Uskup, hal ini membuat para pendukung Uskup Meletius
protes, termasuk seorang Diakon bernama Arius, sehingga diekskomuni atau
dikucilkan Gereja atas keputusan Sang Patriark karena dianggap tidak mendukung
perdamaian di dalam Gereja.
Tahun
311 Baba Petrus I meninggal dengan cara martir dipenggal oleh penguasa saat itu
sebagai akibat dari dekrit yang dikeluarkan Kaisar Diokletianus (Gaius Aurelius
Valerius Diocletianus Augustus, memerintah tahun 284-305) sebelumnya yang
menganggap Kristen sebagai Agama yang tidak sah dan terlarang di seluruh
wilayah Kekaisaran Romawi. Maka Baba Achillas menggantikannya sebagai Patriark
Alexandria. Baba Achillas inilah yang memulihkan para pendukung Meletius yang
diekskomuni sebelumnya, termasuk Arius yang dipulihkan hubungannya dengan
Gereja bahkan diangkat menjadi Presbyter. Saat Baba Achillas telah menjadi
Patriark maka beliau mengangkat
Alexander dari Alexandria sebagai Uskup penggantinya. Inilah awal babak
baru permasalahan dengan pendukung Meletius, terutama Arius yang menganggap
Alexander adalah kader dari Patriark sebelumnya Baba Petrus I, sehingga
dikhawatirkan semua kebijakan-kebijakan Alexander akan condong kepada
kelompoknya dan mengabaikan kelompok Meletius dan Arius, yang mana Arius dan
kelompoknya pernah diekskomuni oleh Baba Petrus I.
Kecurigaan,
prasangka, dan ambisi membuat Arius dan kelompoknya tidak puas dengan
diangkatnya Alexander menjadi Uskup Alexandria. Pada saat upacara pentahbisan
Alexander menjadi Uskup, saat itu beliau berkotbah tentang Tritunggal, yang
mana Yesus yang kodrat Ilahinya sebagai Firman Allah yang disebut Anak Tunggal
Allah adalah satu Dzat dan Hakekat dengan Allah, maka dengan kontan Arius
berteriak lantang menyanggahnya : tidak... Jika Allah Bapa memperanakkan
AnakNYA yang Tunggal, yang mana yang telah memperanakkan adalah Asal-usul dari
segala sesuatu, ini adalah bukti cukup bahwa ada suatu masa dimana Anak Allah
belum ada atau belum diperanakkan. Dan Arius juga menuduh Alexander adalah
penganut paham Sabellianisme. Hal ini menimbulkan ketegangan antara kelompok
Arius dengan kelompok Alexander. Pada awalnya banyak pengikut Uskup Meletius
juga mendukung Arius oleh karena mereka juga tidak setuju keberadaan kaum
lapsi. Namun saat mereka tahu ajaran yang diajarkan Arius terutama saat
dipertemukan dalam konsili Nikea 325 mereka pun banyak yang menarik diri dan
meninggalkan Arius karena ajarannya dinilai menghujat Allah.
Konsili
Nikea tahun 325
Kelompok
Arius berkembang dengan pesatnya karena propaganda mengenai isu kaum lapsi yang
dianggap telah mengkhianati saudara seiman serta mengkhianati Imannya.
Kebanyakan dari para pengikutnya tidak memahami ajarannya dan konsekuensi dari
paham yang diajarkan Arius. Namun sepak terjang golongan Arius ini begitu
meresahkan Gereja, banyak Gereja yang diambil alih pengikut Arianisme serta
banyak pula para pembesar negeri terpengaruh pula dengan ajaran Arianisme dan
bersekongkol membunuhi orang-orang Kristen. Untuk menyelesaikan krisis ini pada
tahun 325 di Nikea dengan difasilitasi Kaisar Konstantinus Agung ( Flavius
Valerius Aurelius Constantinus Augustus, memerintah tahun 306-337) Gereja
mengadakan Konsili.
Agenda
utama adalah membahas ajaran Arianisme, serta perumusan Pengakuan Iman yang
tetap dan lengkap dan sah sehingga generasi berikutnya tidak mudah
diombang-ambing dengan pengajaran-pengajaran yang tidak sesuai dengan Ajaran
Yesus. Disamping itu juga membahas beberapa masalah yaitu penetapan hari
Paskah, bagaimana sikap Gereja terhadap kaum lapsi, serta sikap Gereja terhadap
Meletius dan pengikutnya yang bersikeras menolak kaum lapsi. Hasil akhir dari
Konsili Nikea adalah : mengutuk paham Arianisme, meneguhkan Pengakuan Iman yang
adalah rangkuman dari Iman Kristen, menegaskan bahwa Yesus adalah Firman Allah
yang menjadi manusia, Firman Allah berada satu Dzat dan Hakekat dengan Allah.