Suatu
pemahaman Kristologi yang mana Yesus adalah manusia yang disatukan dengan
Firman Allah secara sempurna, jadi Yesus bukanlah Firman Allah yang
ber-inkarnasi menjadi manusia sempurna. Pemahaman ini diajarkan oleh seorang
Uskup Agung Konstantinopel bernama Nestorius (Saat itu kedudukan Uskup Agung
adalah setara dengan Patriark) pada tahun 428. Nestorius sendiri berasal dari
Antiokhia Syria dan mewarisi teologi khas Gereja Antiokhia yang mana sejak lama
keberatan dengan gelar Theotokos bagi Bunda Maria, karena menurut mereka Allah
itu Dzat Agung yang tiada duanya dan bersifat Kekal, sehingga DzatNYA tidak
mungkin bersatu dengan ciptaanNYA, maka tidak mungkin KeIlahianNYa bisa
dilahirkan oleh manusia yang adalah ciptaanNYA. Menurut paham Nestorius, Yesus
adalah manusia biasa namun dengan Kehendak Allah disatukan dengan FirmanNYA
sejak dalam kandungan, maka konsekuensinya adalah menolak gelar Theotokos atau
Bunda Allah yang disandang Bunda Maria. Bagi Nestorius Bunda Maria lebih tepat
bergelar Kristotokos. Sehingga kesimpulannya dari Kristologi ajarannya adalah
Yesus adalah 2 Hyphostasis yang berbeda, yaitu Hyphostasis sebagai manusia dan Hyphostasis
Firman Allah, keduanya disatukan Allah dengan cara sempurna, namun kedua
Hyphostasis tersebut tidak melebur atau tidak menjadi satu.
Sejarah
Nestorius
lahir pada sekitar tahun 386 di Turki, dia adalah murid dari Theodorius
(Theodore) dari seorang Uskup dari Mopsuestia (sekarang termasuk wilayah
propinsi Adana, Turkey). Sejak kecil
Nestorius dididik dalam teologi khas Gereja Antiokhia. Nestorius menjabat
sebagai Uskup Agung yang adalah jabatan Patriark waktu itu dan memegang
Keuskupan Konstantinopel pada tahun 428. Pada waktu itu Gereja sedang
menghadapi dua perbedaan pandangan tentang Kristologi yang mana di satu sisi
ada yang lebih menekankan pada Keilahian Kristus, sedang disatu sisi ada yang
lebih menekankan Kemanusiaannya.
Perbedaan
pandangan Kristologi ini diperparah dengan persaingan antara Gereja Alexandria
dan Konstantinopel tentang masalah kedudukan setelah diangkatnya Gereja
Konstantinopel sebagai Roma ke-2. Gereja Alexandria lebih menekankan pada
Keilahian Kristus, sedang Gereja Konstantinopel yang dibawah tongkat Keuskupan
Nestorius lebih menekankan Kemanusiaan Yesus. Permasalahan ini belum sempat
dibicarakan dalam Konsili namun muncul terlebih dahulu dalam bentuk konflik.
Sedangkan Nestorius yang memang mewarisi teologi khas Gereja Antiokhia mencoba
menengahi, dengan menganjurkan gelar Kristotokos sebagai ganti Theotokos yang
ditolak Gereja Antiokhia karena beranggapan Allah itu kekal sehingga tidak bisa
dilahirkan oleh seorang manusia yang hanyalah ciptaan. Tentu saja hal ini dimanfaatkan
oleh saingannya yaitu Gereja Alexandria untuk menjatuhkan posisi Gereja
Konstantinopel.
Konsili
431 di Efesus
Memanasnya
hubungan kedua Gereja sangat berdampak bagi kehidupan sosial masyarakat dan
berpotensi menimbulkan keresahan bahkan kerusuhan. Maka untuk mencegah hal itu
dan demi mengamankan wilayahnya Kaisar Theodosius II ( Flavius Theodosius
Iunior Augustus, memerintah tahun 408-450) mempertemukan dan memfasilitasi
kedua kubu dalam sebuah konsili tahun 431 di kota Efesus. Kubu Gereja Alexandria
diwakili Baba Aghios Kirilos (Kiril), sedang kubu Gereja Konstantinopel
diwakili Nestorius yang pendukungnya adalah orang-orang Antiokhia. Konsili yang
berlangsung dalam beberapa sesi pun menghasilkan keputusan bersama yang
meng-anathema ajaran Nestorianisme dan meng-ekskomunikasi Nestorius beserta
pengikutnya. Disamping itu Konsili juga meng-anathema ajaran Pelagianisme, dan
meng-ekskomunikasi semua pihak yang menolak Konsili tersebut.
Setelah
Konsili menghasilkan keputusan bersama maka terpecahlah Gereja Syria yang mana
Syria barat mengikuti definisi Baba Kiril, sedang Syria timur mengikuti
definisi Nestorius. Namun konsili tersebut tidak cukup memadai untuk
menjelaskan kenyataan bahwa Yesus sepenuhnya manusia sekaligus sepenuhnya
Allah. Hal ini yang mendorong untuk perlunya diadakan Konsili lebih lanjut
untuk membahas masalah ini lagi. Dan permasalahan ini pun berlanjut hingga
Konsili tahun 451 di Kalsedon.